Sejarah asuransi di indonesia merupakan sejarah panjang yang akan kita telusuri dari artikel ini. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, budaya gotong royong yang telah tertanam pada masyarakat Indonesia sejak dahulu kala telah banyak melahirkan perkumpulan-perkumpulan kematian, keagamaan dan sosial dikalangan penduduk kota maupun desa. Melalui perkumpulan-perkumpulan itu penduduk menciptakan perlindungan (proteksi) terhadap kematian dan masalah-masalah keagamaan serta sosial.
Asuransi jiwa seperti yang kita kenal sekarang, dimulai dengan didirikannya Nederlansche Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij (NILMIJ) di Batavia pada tanggal 31 Desember 1859.
Kemudian maskapai-maskapai asuransi yang berkedudukan di negeri Belanda meluaskan daerah operasinya ke Indonesia dengan mendirikan cabang atau filial, dengan tujuan meningkatkan pelayanan kepada pemegang polis (bangsa Belanda) yang ditempatkan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia, disamping karena mereka melihat pasaran asuransi cukup potensial di Indonesia.
Disamping maskapai-maskapai asuransi Belanda, beberapa perusahaan asuransi asing ikut juga menggarap pasaran asuransi di Indonesia seperti Great Eastern, Shanghai Life, China Mutual, dan Sun Life Company of Canada.
Sejalan dengan bangunnya kesadaran nasional bangsa Indonesia yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908, berdiri pula perusahaan asuransi jiwa dari kalangan bangsa Indonesia, seperti :
Perusahaan-perusahaan asuransi ini berbentuk perusahaan bersama (onderling) sesuai dengan jiwa gotong royong yang telah tertanam sejak dahulu kala di kalangan bangsa Indonesia.
Asuransi kerugian pun tidak ketinggalan digarap oleh para pengusaha Belanda, karena melihat pasaran asuransi kerugian potensial di Indonesia. Perusahaan asuransi kerugian yang pertama bekerja di Indonesia adalah Bataviasche Zee en Brand Assurantie Maatschappij (1843). Kemudian menyusul perusahaan asuransi kerugian N.V. Assurantie Mij Nederlansche Lloyd (1853), menyusul Assurantie Mij Langeveld Schroeder dan Assurantie Mij Blom van der Aa.
Sebagai anak cabang dari N.V. Assurantie Mij Nederlansche Lloyd (1853), didirikan perusahaan asuransi kebakaran Indische Lloyd pada tanggal 1 September 1916. Perusahaan asuransi ini masih berdiri hingga sekarang dengan menggunakan nama PT. Lloyd Indonesia.
Masa Penjajahan Jepang
Masa pemerintahan militer Jepang di Indonesia selama perang dunia ke-2 merupakan zaman yang paling buruk dalam sejarah sosial-ekonomi Indonesia. Perekonomian tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Uang Jepang yang digunakan di Indonesia dicetak tanpa batas, sehingga inflasi merajalela.
Akibatnya satu demi satu perusahaan di Indonesia gulung tikar, termasuk perusahaan asuransi nasional. Yang bisa bertahan dengan susah payah hanya O.L. Mij Boemi Poetera. Agar tidak berbau Belanda yang tidak disukai oleh Jepang maka “O.L. Mij” diubah menjadi Perseroan “Tanggoeng Djiwa” (PTD) sehingga namanya menjadi PTD Boemi Poetera.
Masa Indonesia Merdeka
Setelah Jepang kalah dalam perang dunia ke-2 dan Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda ingin menjajah kembali Indonesia sehingga pecah Perang Kemerdekaan (1945 – 1949).
Walaupun dalam suasana perang, para pengusaha Belanda yang bergerak dalam bisnis asuransi mendirikan Bataviasche Verzekering Unie (BVU) pada tahun 1946. Mereka melakukan kegiatan bisnisnya secara patungan. Dalam penutupan asuransi, setiap anggota BVU mendapat bagian tertentu untuk ditanggung.
Sistem patungan itu dijalankan karena pada waktu itu, masih kurang tenaga teknis dan sarana asuransi. Namun pada tahun 1948, tenaga teknis dan sarana asuransi telah memadai, maka BVU bubar dan masing-masing anggota berdiri sendiri.
Perang kemerdekaan berakhir. Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia dan menandatangani perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar). Tetapi perjanjian KMB itu memberi peluang kepada para pengusaha Belanda untuk membuka kembali perusahaannya di Indonesia.
Maka maskapai-maskapai dagang Belanda termasuk maskapai asuransi Belanda beroperasi kembali di Indonesia. Pemerintah dan para pengusaha Indonesia pun mendirikan perusahaan-perusahaan dagang termasuk perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
Perusahaan Asuransi Kerugian terdiri dari :
Perusahaan Asuransi Jiwa terdiri dari :
PTD Boemi Poetera, yang selama tahun 1943 – 1948 tidak dapat mengadakan investasi diaktifkan kembali. Pada tahun 1952, tubuh Boemi Poetera dikonsolidasikan dan disehatkan dengan mengaktifkan Dewan Perencana. Pada tahun 1954, dilaksanakan modernisasi Boemi Poetera.
Ketika berkobar perjuangan membebaskan Irian Barat dari belenggu penjajahan Belanda, para karyawan bangsa Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda mengambil alih semua perusahaan Belanda dan menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.
Sesuai dengan ketetapan pemerintah Indonesia, sembilan perusahaan asuransi jiwa bekas milik Belanda digabung menjadi satu dengan nama PN. Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera dan kemudian diubah lagi namanya menjadi PN. Asuransi Djiwasraya (Unit I).
Sembilan perusahaan tersebut adalah :
Dengan maksud agar hanya ada satu perusahaan asuransi jiwa milik negara, maka perusahaan asuransi jiwa Dharma Nasional dijadikan perusahaan negara dengan mengembalikan modal swasta. Lalu namanya diganti menjadi PN. Asuransi Djiwasraya (Unit II). Pada tahun 1969, kedua perusahaan asuransi milik negara itu digabung menjadi PT. Asuransi Djiwasraya.
Demikian juga perusahaan-perusahaan asuransi kerugian bekas milik Belanda dijadikan perusahaan negara, yaitu :
Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah, maka perusahaan-perusahaan negara asuransi kerugian diciutkan jumlahnya dengan cara penggabungan sehingga hanya terdiri dari PT. Bendasraya dan PT. Umum International Underwriter. Dan pada tanggal 2 Juni 1974, kedua perusahaan negara asuransi kerugian digabung menjadi satu perusahaan negara dengan nama PT. Asuransi Jasa Indonesia.
Adakalanya suatu pertanggungan mempunyai harga pertanggungan (HP) sangat besar, seperti pertanggungan atas pesawat udara Boeing atau kapal laut yang berbobot ribuan ton, sehingga penanggung tidak mampu menanggungnya sendiri. Pertanggungan demikian diatasi dengan reasuransi, yaitu penanggung menanggungkan sebagian HP yang besar itu kepada penanggung lain.
Maka ada penanggung yang bergerak hanya dalam bisnis reasuransi, yaitu :
Pada tahun 1965, pemerintah mengizinkan berdirinya kembali perusahaan-perusahaan asuransi kerugian asing yang meninggalkan Indonesia ketika berkobar perjuangan pembebasan Irian Barat, tetapi dibatasi maksimal 12 perusahaan asuransi kerugian. Sedangkan perusahaan asuransi jiwa asing dilarang beroperasi didalam negeri Indonesia.
Supaya perusahaan-perusahaan asuransi nasional memiliki daya tampung yang lebih besar untuk menutup harga pertanggungan yang lebih besar, maka di bulan Februari 1974, pemerintah menganjurkan dibentuknya usaha patungan (joint venture) antara perusahaan asuransi nasional dengan perusahaan asuransi asing yang telah memiliki izin kerja bisnis asuransi di Indonesia.
Untuk mendorong perkembangan perasuransian nasional, maka pemerintah mengizinkan perusahaan-perusahaan asuransi jiwa nasional untuk memasarkan asuransi jiwa dalam mata uang US$. Hingga tahun 1984, di Indonesia telah berdiri perusahaan-perusahaan asuransi jiwa nasional sebagai berikut :
Perusahaan-perusahaan itu menyandang nama asuransi jiwa, tetapi dalam kenyataannya mereka bukan hanya menutup asuransi jiwa, tetapi juga berbagai macam asuransi lainnya seperti asuransi kecelakaan, asuransi kendaraan bermotor, asuransi kebakaran, dan lain-lain. Ada juga yang mendirikan anak perusahaan, misalnya Bumiputera 1912 mendirikan anak perusahaan Bumiputeramuda untuk asuransi kerugian.
Disamping perusahaan-perusahaan asuransi jiwa dan asuransi kerugian yang merupakan asuransi komersial, didirikan pula asuransi-asuransi sosial, yaitu :
Perkumpulan Asuransi
Sudah lazim terjadi persaingan antara sesama perusahaan, kecuali bila mereka bersatu dalam suatu wadah persatuan. Maka untuk menghindarkan persaingan antara sesama perusahaan asuransi, mereka mendirikan perkumpulan asuransi.
Pada waktu itu perkumpulan Raad van Brandverzekering Maatschsppijen in Nederlansch Indie dan Vereniging van Varia Assuradeuren in Indonesia telah mempunyai kesatuan tarif dan syarat-syarat penutupan asuransi, sedangkan dalam perkumpulan Marine Underwriters Association in Indonesia belum seragam. Ketiga perkumpulan asuransi asing itu dikenal sebagai Ketiga Asosiasi.
Komite Maskapai Asuransi Indonesia
Perkumpulan asuransi nasional pertama didirikan pada tanggal 20 April 1953 dengan nama Komite Maskapai Asuransi Indonesia dan disingkat Komite, sebagai wadah persatuan perusahaan-perusahaan asuransi nasional dan bertujuan :
Pemerintah mendukung Komite dengan mempercayakan penutupan asuransi atas kepentingan pemerintah dalam bentuk pool, yaitu :
Ternyata sistem pool itu tidak membawa manfaat yang diharapkan. Perusahaan-perusahaan asuransi nasional terbawa oleh arus pool-poolan sehingga Komite pecah. Lalu sebagian anggota mendirikan Gabungan Asuransi Nasional Indonesia (GANI).
Namun berkat kesadaran para anggota bahwa mereka mutlak memerlukan persatuan, maka pada tahun 1956 dilangsungkan Kongres Asuransi Nasional pertama seluruh Indonesia. Melalui kongres dicapai kata sepakat untuk menggalang kembali persatuan seluruh perusahaan asuransi nasional. Sebagai follow up-nya, pada tanggal 1 Februari 1957 berdirilah Dewan Asuransi Indonesia (DAI) yang diikuti oleh likuidasi Komite dan GANI.
Dewan Asuransi Indonesia tidak bergerak dibidang tarif dan teknis, dia hanya sebagai badan perjuangan (strijd orgaan). Namun sesuai dengan keputusan kongres kedua DAI pada akhir tahun 1958, DAI menjelma menjadi badan tarif dan teknis, disamping sebagai badan perjuangan pada tingkat nasional, diikuti oleh pembekuan Ketiga Asosiasi tersebut.
Setahun kemudian setelah Ketiga Asosiasi dibekukan, perusahaan-perusahaan asuransi asing yang beroperasi di Indonesia mendirikan Association of Overseas Underwriters in Indonesia (AOUI) pada tanggal 5 November 1959.
Untuk menghindari persaingan antara perusahaan asuransi nasional dengan perusahaan asuransi asing, dan untuk mempertahankan kesatuan tarif, DAI dan AOUI bekerjasama. Sebagai wadah kerjasama dibentuk Council of Insurers Association atau Yayasan Kerjasama Asuransi (YKSA) pada tanggal 14 Maret 1960. Badan YKSA inilah yang menggodog soal-soal tarif dan teknik asuransi.
GPS dan OPS Asuransi
Kondisi politik ekonomi Indonesia pada tahun 60-an dikenal dengan politik ekonomi terpimpin. Guna mengikuti politik ekonomi terpimpin itu maka dengan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1963, dibentuk Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Asuransi Kerugian sebagai badan tunggal organisasi perasuransian kerugian yang bergerak di bidang tarif dan teknis. Semua perusahaan asuransi yang beroperasi di bidang asuransi kerugian wajib menjadi anggota GPS Asuransi Kerugian.
Selanjutnya untuk menampung semua jenis perusahaan asuransi dalam satu wadah maka dengan Surat Keputusan Menteri Funds & Forces No. 2 tahun 1965 dibentuklah Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) Asuransi Indonesia. Perusahaan-perusahaan asuransi asing pun harus bergabung ke dalam OPS Asuransi Indonesia dengan status sebagai anggota luar biasa. OPS Asuransi Indonesia tidak bergerak di bidang tarif dan teknis tapi hanya sebagai badan perjuangan.
Dengan berdirinya GPS Asuransi Kerugian dan OPS Asuransi Indonesia guna menyesuaikan dengan politik ekonomi terpimpin, maka DAI maupun AOUI dan YKSA tidak berfungsi lagi. Namun perkembangan situasi politik di Indonesia dengan munculnya Orde Baru mengubah struktur organisasi perusahaan-perusahaan asuransi.
Berpedoman pada Keputusan MPR No. 28 tahun 1967 dan Surat Keputusan Presiden No. 84/1967, dibentuklah organisasi baru dengan nama Dewan Asuransi Indonesia (DAI) dengan status sebagai badan perjuangan. Perusahaan-perusahaan asuransi asing tidak diikutsertakan dalam DAI.
Dalam rapat anggota DAI bulan Februari 1970 dicetuskan gagasan untuk membentuk suatu wadah tunggal organisasi perasuransian yang meliputi perusahaan-perusahaan asuransi nasional sebagai anggota biasa dan perusahaan-perusahaan asuransi asing sebagai anggota luar biasa. Namun gagasan ini tidak berhasil karena sebagian anggotanya tidak setuju.
Dalam rapat anggota DAI pada tanggal 29 Oktober 1970 dicetuskan gagasan agar DAI kembali ke status semula, yaitu selain sebagai badan perjuangan, juga sebagai badan tarif dan teknis. Gagasan ini pun tidak berhasil karena sebagian anggotanya menghendaki kebebasan menjalankan kebijaksanaan tarif dan teknis.
Dewan Asuransi Indonesia (DAI)
Setahun kemudian (1971) tercapai cita-cita DAI menjadi wadah tunggal semua perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia, berstatus sebagai badan tarif dan teknis dan juga sebagai badan perjuangan. Maka yang pertama dilakukan oleh DAI adalah konsolidasi organisasi.
Fungsi dan peranan DAI sebagaimana yang tercantum didalam Anggaran Dasarnya adalah sebagai berikut :
Sesudah masa konsolidasi, DAI membuka pintu bagi perusahaan asuransi, broker asuransi, dan konsultan asuransi. Hingga akhirnya DAI merupakan suatu organisasi yang mencakup asuransi dan reasuransi, asuransi jiwa dan asuransi kerugian, asuransi komersial maupun asuransi sosial.
Sampai dengan tahun 1986, anggota DAI berjumlah puluhan perusahaan asuransi, baik dari asuransi jiwa, asuransi kerugian, asuransi kerugian joint venture, reasuransi yang merupakan asuransi komersial maupun asuransi sosial, yaitu :